"Thalassemia is an inherited blood condition that disrupts the body’s ability to produce sufficient hemoglobin and red blood cells. Hemoglobin is a crucial protein in red blood cells that transports oxygen throughout the body. Individuals with thalassemia typically have lower levels of healthy red blood cells and hemoglobin, which can cause anemia, persistent tiredness, and other health issues. There are different forms of thalassemia, such as alpha and beta thalassemia, which range in intensity. Some people carry the gene without showing symptoms—a state known as the thalassemia trait—while others experience more serious types like thalassemia major, which demand frequent blood transfusions and ongoing medical treatment throughout life. World Thalassemia Day, held every year on May 8, is an international awareness event aimed at increasing understanding of thalassemia. The day also serves to honor those living with the disorder, commemorate individuals who have passed away due to its complications, and highlight the importance of prevention through genetic screening and counseling.The observance was first established in 1994 by the Thalassemia International Federation (TIF). It was created in remembrance of patients who lost their lives to the disease and to acknowledge the continued struggles faced by individuals and families affected by this genetic condition. The initiative was started by Panos Englezos, who founded TIF and was the father of a child with thalassemia. His personal loss and desire to advocate for millions impacted by the disease worldwide fueled the creation of this awareness day. Since then, World Thalassemia Day has been marked in more than 60 countries and is backed by global health organizations, including the World Health Organization (WHO). The date, May 8, was chosen to commemorate George Englezos, Panos Englezos’ son, who passed away from complications related to thalassemia. This day stands as a powerful symbol of remembrance, compassion, and the global commitment to combat this manageable and preventable disorder.By designating a specific day to recognize thalassemia each year, health advocates aim to draw greater attention to the need for enhanced healthcare services, broader prevention efforts, and stronger international cooperation in addressing the disease. On this day, May 8, we stand in support of the Indonesian community. Indonesia is among the countries within the thalassemia belt, where cases of this inherited blood disorder are particularly high. Thalassemia is one of the top five most financially burdensome conditions covered by Indonesia’s national health insurance program, BPJS. This disease highlights the serious consequences of limited public awareness. Many young couples in Indonesia still marry without undergoing thalassemia screening, unaware of the potential impact it could have on their future children. Our presence today is to share vital information—because this day represents the moment where awareness brings hope into reality. At around 6 a.m. today, we gathered at the Horse Statue area near Monas, in Jakarta, Indonesia. Dressed in red, we symbolized the urgency and importance of raising awareness about thalassemia—a genetic blood disorder. Our team was divided into two main groups: one distributed brochures and engaged with the public through simple, informative conversations; the other displayed a massive banner carrying public health messages. With calls like “Get screened before marriage” and “Be a blood donor,” our presence on the streets served as a powerful reminder of the role awareness plays in prevention and support. There wasn’t much change in the usual flow of daily life—people went about their routines as normal. Yet behind the focused faces of the passersby, we could sense a quiet sense of responsibility. Some chose to stop and talk with us. One middle-aged man greeted me warmly: “Hello, sir.” “Yes, how can I help you?” I replied. He shared that his wife’s niece is a thalassemia carrier. As he spoke, my expression changed, absorbing the weight of his story. He went on to tell me, “My own child was also diagnosed, but we discovered it by accident. The school had organized a drug test, and when they did a blood check, the doctor revealed something entirely unexpected—thalassemia.” “I understand,” I said. We spoke for quite some time. Eventually, he had to return to work, but he left with more knowledge about thalassemia and contact information for the Indonesian Thalassemia Foundation. It was a meaningful exchange—one more person reached, one more story shared. At the Indonesian Thalassemia Foundation, we are here to stand beside those impacted by thalassemia—to support, to serve, and to bring hope. Our mission is rooted in the belief that no one in Indonesia should have to face this condition alone. Alongside some of the nation's most respected institutions, we are committed to doing everything in our power to support the community. Together, we will walk this journey—step by step, hand in hand—steadily moving toward a future where thalassemia is no longer faced in isolation."
"Thalassemia adalah kondisi kelainan darah yang diturunkan secara genetik, yang mengganggu kemampuan tubuh untuk memproduksi hemoglobin dan sel darah merah dalam jumlah yang cukup. Hemoglobin adalah protein penting dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Penderita thalassemia umumnya memiliki kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah sehat yang lebih rendah, yang dapat menyebabkan anemia, kelelahan berkepanjangan, dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Terdapat beberapa jenis thalassemia, seperti thalassemia alfa dan thalassemia beta, yang memiliki tingkat keparahan berbeda-beda. Sebagian orang hanya menjadi pembawa sifat (carrier) tanpa menunjukkan gejala—kondisi ini dikenal sebagai trait thalassemia—sementara yang lain menderita jenis yang lebih berat, seperti thalassemia mayor, yang memerlukan transfusi darah secara rutin dan perawatan medis seumur hidup. Hari Thalassemia Sedunia, yang diperingati setiap tanggal 8 Mei, adalah momen internasional untuk meningkatkan kesadaran tentang penyakit ini. Hari ini juga menjadi bentuk penghormatan bagi mereka yang hidup dengan thalassemia, mengenang mereka yang telah meninggal akibat komplikasinya, serta menekankan pentingnya pencegahan melalui skrining genetik dan konseling. Peringatan ini pertama kali dicanangkan pada tahun 1994 oleh Thalassemia International Federation (TIF). Hari ini didirikan untuk mengenang para pasien yang kehilangan nyawa akibat penyakit ini dan mengakui perjuangan yang terus berlangsung dari individu dan keluarga yang terdampak oleh kondisi genetik ini. Inisiatif ini dimulai oleh Panos Englezos, pendiri TIF, yang juga merupakan ayah dari anak penderita thalassemia. Kehilangan pribadi dan keinginannya untuk memperjuangkan hak jutaan orang yang terdampak oleh penyakit ini di seluruh dunia menjadi motivasi terbentuknya Hari Thalassemia Sedunia. Sejak itu, peringatan ini telah dijalankan di lebih dari 60 negara dan didukung oleh organisasi kesehatan dunia, termasuk World Health Organization (WHO). Tanggal 8 Mei dipilih untuk mengenang George Englezos, putra Panos Englezos, yang meninggal dunia karena komplikasi thalassemia. Hari ini menjadi simbol kuat dari ingatan, kepedulian, dan komitmen global untuk melawan penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan dikendalikan ini. Dengan menetapkan satu hari khusus setiap tahun untuk thalassemia, para pegiat kesehatan berharap dapat menarik perhatian yang lebih besar terhadap kebutuhan peningkatan layanan kesehatan, program pencegahan yang lebih luas, dan kerja sama internasional yang lebih kuat dalam menghadapi penyakit ini. Pada tanggal 8 Mei ini, kami hadir untuk mendukung masyarakat Indonesia. Indonesia termasuk dalam wilayah yang disebut "sabuk thalassemia", di mana kasus penyakit keturunan ini sangat tinggi. Thalassemia merupakan salah satu dari lima penyakit dengan biaya tertinggi yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Kondisi ini menunjukkan betapa seriusnya dampak dari kurangnya kesadaran masyarakat. Masih banyak pasangan muda di Indonesia yang menikah tanpa melakukan skrining thalassemia, tidak menyadari risiko yang bisa ditimbulkan terhadap anak-anak mereka di masa depan. Kehadiran kami hari ini bertujuan untuk menyampaikan informasi penting—karena hari ini adalah momen ketika kesadaran membawa harapan menjadi kenyataan. Pagi ini, sekitar pukul 06.00 WIB, kami berkumpul di kawasan Patung Kuda, dekat Monas, Jakarta. Mengenakan baju berwarna merah, kami ingin menunjukkan urgensi dan pentingnya menyebarkan kesadaran tentang thalassemia, penyakit genetik yang menyerang darah. Kami membagi tim menjadi dua kelompok besar: satu kelompok membagikan brosur dan berdialog langsung dengan masyarakat dalam percakapan sederhana; kelompok lainnya membentangkan spanduk besar berisi pesan-pesan kesehatan. Seruan seperti “Ayo skrining sebelum menikah” dan “Jadilah pendonor darah” menjadi pengingat kami di jalanan hari ini—bahwa kesadaran adalah langkah awal untuk pencegahan dan dukungan. Tidak ada perubahan signifikan di sekitar kami—aktivitas warga berjalan seperti biasa. Namun, di balik wajah-wajah fokus para pengguna jalan, kami bisa merasakan adanya rasa tanggung jawab. Beberapa orang memilih untuk berhenti dan berbicara dengan kami. Seorang pria paruh baya menyapa saya, “Halo, Mas.” Saya menjawab, “Iya, Pak, ada yang bisa saya bantu?” Beliau bercerita bahwa anak dari kakak istrinya adalah pembawa sifat thalassemia. Wajah saya berubah saat mendengarkan kisahnya. Beliau melanjutkan, “Anak saya sendiri juga baru ketahuan secara tidak sengaja. Waktu itu sekolah mengadakan tes narkoba, jadi ambil darah. Tapi dokter malah menemukan sesuatu yang sama sekali tidak kami duga—thalassemia.” “Saya mengerti, Pak,” jawab saya. Kami berbincang cukup lama. Pada akhirnya, beliau harus kembali bekerja, tapi pergi dengan membawa informasi lebih lanjut tentang thalassemia dan kontak dari Yayasan Thalassemia Indonesia. Itu adalah percakapan yang bermakna—satu orang lagi tersentuh, satu cerita lagi terbagi. Di Yayasan Thalassemia Indonesia, kami hadir untuk mendampingi mereka yang terdampak thalassemia—untuk mendukung, melayani, dan memberi harapan. Misi kami berakar pada keyakinan bahwa tidak seorang pun di Indonesia harus menghadapi penyakit ini sendirian. Bersama dengan berbagai institusi terkemuka di Indonesia, kami berkomitmen untuk melakukan yang terbaik demi mendukung masyarakat. Kita akan berjalan bersama—langkah demi langkah, saling menggandeng tangan—menuju masa depan di mana thalassemia tidak lagi dihadapi secara terisolasi."
"Ucapan terima kasih yang tulus kami sampaikan kepada seluruh masyarakat Kota Bandung, POPTI JABAR, Pemerintah kota bandung atas semangat dan antusiasme yang begitu tinggi dalam mengikuti acara Gebyar Screening Memutus Mata Rantai Thalassemia pada tanggal 3 September 2024 di Balai Kota Bandung. Partisipasi aktif Anda semua menjadi bukti nyata bahwa kita bisa bersatu untuk menciptakan perubahan positif di tengah masyarakat. Kehadiran dan dukungan warga Bandung memberikan harapan besar bagi upaya kita dalam memutus mata rantai Thalassemia, sekaligus memperkuat komitmen kita untuk terus memperjuangkan kesehatan generasi masa depan. Melalui acara ini, kita tidak hanya meningkatkan kesadaran bersama tentang pentingnya pencegahan dan deteksi dini, tetapi juga menjalin kebersamaan yang lebih erat antara seluruh elemen masyarakat. Kami yakin, dengan kolaborasi dan partisipasi aktif seperti ini, kita mampu menciptakan masa depan yang lebih sehat dan bebas dari Thalassemia. Sekali lagi, terima kasih Bandung atas dukungan yang luar biasa. Semoga semangat ini terus tumbuh, membawa kebaikan bagi kita semua, dan menjadi contoh inspiratif bagi kota-kota lain di Indonesia. Bersama-sama, kita bisa!"
.